--> Pendidikan Islam | Deskripsi Singkat Blog di Sini

Pendidikan Islam

Pendidikan Islam

Keutamaan ilmu, belajar dan mengajarkan ilmu sangat penting dalam Islam

Pendidikan Islam

Saturday 23 September 2023

Ta'lim Muta'alim, Meyakini Kitab-Kitab Allah SWT

Ta'lim Muta'alim, Meyakini Kitab-Kitab Allah SWT

Ta'lim Muta'alim, Meyakini Kitab-Kitab Allah SWT. Manusia adalah khalifah yang akan mengelola alam semesta ini. Allah Swt. telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, baik bentuk jasmani maupun rohani. Sadarkah kalian, bahwa manusia dikaruniai akal untuk berpikir dan juga diberi nafsu. Untuk menggunakan akal dan mengelola nafsu, manusia membutuhkan petunjuk dan pedoman agar dapat menjalani kehidupan di alam dunia dengan baik dan benar. Pedoman untuk mengatur kehidupan tersebut telah diberikan Allah Swt. berupa kitab suci.

Allah Swt. berfirman dalam surah al-Jasiyah/45:20 berikut ini :

Artinya : "(Al-Qur’an) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini".

Kitab-kitab yang wajib kita yakini ada empat yaitu, kitab Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an. Kitab-kitab Allah Swt. diturunkan pada para rasul pada zaman yang berlainan sehingga syariat yang berlaku juga disesuaikan dengan keadaan umat pada waktu itu. Meski beberapa hal berbeda, tetapi terdapat satu pokok ajaran yang sama yang terkandung dalam semua kitab, yaitu ajaran tauhid atau mengesakan Allah Swt.



Tafakur Mencintai AlQur'an

Tafakur Mencintai AlQur'an

Dibaca dan direnungkan dengan seksama kisah cerita di bawah ini !

Para siswa, Allah Swt. telah menunjukkan kasih sayang-Nya yang besar kepada umat manusia dengan menurunkan kitab suci untuk dijadikan pedoman. Mulai usia berapa kalian dapat membaca Al-Qur’an ? Silahkan simak kisah luar biasa tentang Musa sang penghafal Al-Qur’an cilik.

Indonesia mendapatkan kabar gembira dari arena Musabaqah Hifz alQur’an (MHQ) International di Mesir yang diikuti 80 orang dari 60 negara.

Perwakilan Indonesia adalah La Ode Musa yang baru berusia 7 tahun. Ia berhasil menjadi juara ketiga setelah berhasil menjawab berbagai soal yang diujikan.

Pemerintah RI melalui Kemenag mengutus Musa La Ode Abu Hanafi (7 tahun 10 bulan) didampingi oleh orang tuanya, La Ode Abu Hanafi untuk mengikuti MHQ Internasional di Sharm El-Sheikh Mesir pada 10-14 April 2016.

Musa memperoleh piagam penghargaan tingkat nasional dari MURI sebagai Hafiz Al-Quran 30 Juz termuda di Indonesia Meski Musa kecil memiliki kendala melafalkan huruf “R” tetapi hafalan Al-Qur’an nya mampu membuat pemerintah Mesir berdecak kagum. Karena kemenangannya, Musa mendapat undangan kehormatan dari pemerintah Mesir pada peringatan malam lailatulkadar. Presiden Mesir pun memberikan penghargaan secara langsung kepada Musa.

Tugas !
  1. Tuliskan pendapat kalian tentang cerita Musa tersebut.
  2. Tuliskan target Ibadah yang hendak kalian capai berkaitan dengan pengamalan cinta Al-Qur’an.
Jawaban ditulis di buku tugas kalian.

Friday 28 August 2020

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 8 In dan On

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 8 In dan On

Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 8 ( IN 3 )



KD : 
1.10 Melaksanakan sujud syukur, sujud tilawah, dan sujud sahwi sebagai perintah agama.

2.10 Menghayati perilaku santun sebagai implementasi dari sujud syukur, sujud sahwi, dan sujud tilawah.

3.10 Memahami tata cara sujud syukur, sujud sahwi, dan sujud tilawah.

4.10 Mempraktikkan sujud syukur, sujud sahwi, dan sujud tilawah.


Materi : Jiwa Lebih Tenang dengan Banyak Melakukan Sujud


Rangkuman Materi :

1. Sujud merupakan satu bentuk kepasrahan dan penghambaan diri kepada Allah Swt. Hanya kepada Allah sajalah manusia itu boleh bersujud.

Adapun kepada sesama manusia kita diperintahkan untuk saling menghormati saja. Pada saat kita sujud maka dahi, telapak tangan, kaki, dan lutut semua menempel ke tanah (alas sujud). Inilah posisi paling ideal sebagai bentuk kepasrahan, ketundukan, dan kepatuhan total kepada Allah Swt.

2. Sujud syukur ialah sujud yang dilakukan ketika seseorang memperoleh kenikmatan dari Allah atau telah terhindar dari bahaya.



3. Sujud sahwi adalah sujud yang dilakukan karena lupa atau ragu-ragu di dalam shalat. Sujudnya dua kali dan dilakukan setelah membaca tahiyat akhir sebelum salam.

4. Sujud tilawah adalah sujud yang dilakukan karena membaca ayat-ayat sajdah dalam al-Qur’ān ketika shalat maupun di luar shalat, baik pada saat membaca / menghafal sendiri atau pada saat mendengarkannya. Hukum melaksanakannya adalah sunnah.



TUGAS ON 3 :

Kerjakan Soal-Soal berikut ini di kertas folio !

1. Jelaskan perbedaan sujud syukur, sujud tilawah, dan sujud sahwi!

2. Mengapa kita harus melakukan sujud syukur?

3. Sebutkan tata cara melaksanakan sujud tilawah!

4. Jelaskan hikmah sujud sahwi dalam kehidupan sehari-hari?

5. Sebutkan 15 ayat sajdah!


Friday 13 December 2019

Mempercayai dan Meyakini Kitab-Kitab Allah SWT

Mempercayai dan Meyakini Kitab-Kitab Allah SWT

Mahasuci Allah SWT yang tidak menghendaki manusia hidup dalam kesesatan. Oleh karena itu, Dia memberikan arah dan tujuan yang jelas dengan cahaya petunjuk-Nya. Allah memberikan petunjuk mengenai tata cara mendekatkan diri kepada-Nya. Sehingga kelak di akhirat dapat bertemu denganNya dalam keadaan menjadi hamba yang dikasihi-Nya.
Allah menghendaki hidup kita ini saling membantu, saling membahagiakan, serta menanam berbagai amal kebaikan selama hidup di dunia. Sebaliknya, Allah tidak menghendaki manusia saling menyengsarakan dan menyakiti satu sama lain.
Manusia yang dapat menjalani hidupnya dengan benar dan terarah akan merasakan kebahagiaan dalam kehidupannya. Sebaliknya, mereka yang menjalani hidup tanpa aturan dan seenaknya sendiri tentu akan lebih sering mengalami masalah, kesulitan, dan kegelisahan. Orang yang tidak pernah mengindahkan aturan juga bisa membuat orang lain di sekelilingnya merasa terganggu bahkan gelisah.
Jadi, petunjuk Allah yang tertuang dalam kitab-kitab yang diturunkan-Nya merupakan panduan untuk kebahagiaan manusia di dunia sampai akhirat. 
Sekali lagi, kitab itu itu benar-benar berisi cara yang dapat membimbing kita untuk meraih kebahagiaan. Sungguh rugi manusia yang tidak pernah membaca, memahami, serta memegang teguh isi Kitab Suci itu. Sungguh rugi, sungguh rugi, dan sungguh merugi.

Iman kepada kitab Allah berarti percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para Rasul-Nya. Ajaran ang terdapat di dalam kitab tersebut disampaikan kepada umat manusia sebagai pedoman hidup agar dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Diturunkannya kitab-kitab Allah ini merupakan anugerah bagi manusia. Mengapa demikian? Manusia dikaruniai akal dan pikiran sehingga dapat mengkaji ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya. Kitab-kitab Allah tersebut juga dapat memberi jalan keluar terhadap setiap masalah dan kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Dengan adanya kitab-kitab Allah ini, manusia dapat membedakan mana yang benar (haq) dan mana yang salah (batil), mana yang bermanfaat dan mana yang mengandung mudarat. 
Seandainya kita tidak mempunyai pedoman yang datangnya dari Allah tentu kita tidak akan pernah mengetahui keberadaan, keesaan, dan eagungan Allah. Demikian juga dengan orang-orang terdahulu. Mereka mendapatkan informasi mengenai keesaan Allah melalui Kitab Allah tersebut. 
anpa dibimbing oleh Kitab Allah, kita juga akan melakukan penyembahanyang sesat dan tindakan-tindakan sesuka hati. Tanpa Kitab Allah sudah pasti akan membuat kita berada dalam kegelapan. Ibarat orang yang berjalan kita berjalan tanpa mengetahui arah dan tidak mempunyai tujuan. Jika demikian, apa yang akan terjadi? Tentu kita akan tersesat.

Oleh karenanya untuk lebih memahami hal tersebut dalam firman Allah dalam Q.S. al-Māidah /5 : 16 berikut :

يَهۡدِي بِهِ ٱللَّهُ مَنِ ٱتَّبَعَ رِضۡوَٰنَهُۥ سُبُلَ ٱلسَّلَٰمِ وَيُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِهِۦ وَيَهۡدِيهِمۡ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ

Artinya : "Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." 

Nama-nama Kitab Allah Swt. dan Rasul Penerimanya
Ada 4 kitab yang diturunkan oleh Allah ke dunia ini. Allah juga memberikan nama-nama untuk kitab-kitab-Nya tersebut. Secara berurutan mulai dari yang tertua keempat kitab yang wajib kita yakini adalah : Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’ān.

Kitab Taurat (diturunkan pada abad ke-12 SM)
Kitab Taurat diwahyukan kepada Nabi Musa pada abad ke-12 SM. Nama Taurat berarti hukum atau syariat. Pada saat itu Nabi Musa diutus oleh Allah untuk berdakwah kepada bangsa Bani Israil. Oleh karena itu, tepat sekali kalau kita meyakini bahwa kitab Taurat diperuntukkan sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi kaum Bani Israil saat itu. Adapun bahasa yang digunakan dalam kitab Taurat adalah bahasa Ibrani. Sebagai muslim kita sangat meyakini akan keberadaan kitab Taurat ini. Kita meyakini bahwa kitab Taurat benar-benar wahyu dari Allah Swt. Keyakinan ini diperkuat oleh keterangan-keterangan yang ada di dalam alQur’ān. Salah satunya adalah yang tertuang dalam firman Allah dalam Q.S. al-Mu’minun/23: 49 berikut ini :
وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا مُوسَى ٱلۡكِتَٰبَ لَعَلَّهُمۡ يَهۡتَدُونَ 
Artinya : "Dan sesungguhnya telah Kami berikan Al Kitab (Taurat) kepada Musa, agar mereka (Bani Israil) mendapat petunjuk." 

Kitab Taurat yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa untuk bangsa Bani Israil (kaum Yahudi) agar mereka senantiasa berada dalam jalan kebenaran. Perhatikan kisah mengenai Nabi Musa a.s. mendapatkan wahyu dari Allah berikut :
Adapun pokok-pokok ajaran yang ada dalam Kitab Taurat yang diturunkan di Bukit Sinai tersebut adalah sebagai berikut: 
1. Perintah untuk mengesakan Allah.
2. Larangan menyembah patung/berhala.
3. Larangan menyebut nama Allah dengan sia-sia.
4. Perintah menyucikan hari Sabtu.
5. Perintah menghormati kedua orang tua.
6. Larangan membunuh sesama manusia.
7. Larangan berbuat zina.
8. Larangan mencuri.
9. Larangan menjadi saksi palsu.
10. Larangan mengambil hak orang lain.

Kitab Zabur (diturunkan pada abad ke-10 SM)
Kitab Zabur diturunkan Allah kepada Nabi Daud untuk bangsa Bani Israil atau umat Yahudi. Kitab ini diturunkan pada abad 10 SM di daerah Yerusalem. Adapun kitab ini ditulis dengan bahasa Qibti.
Allah SWT berfirman :
وَرَبُّكَ أَعۡلَمُ بِمَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۗ وَلَقَدۡ فَضَّلۡنَا بَعۡضَ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ عَلَىٰ بَعۡضٖۖ وَءَاتَيۡنَا دَاوُۥدَ زَبُورٗا 
Artinya : "Dan Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud."(QS-Al-Isro':55).
Dikisahkan bahwa rakyat di wilayah kerajaan Nabi Daud hidup dalam keadaan damai dan sejahtera. Atas perintah Allah mereka malaksanakan ibadah pada hari Jum’at dan bekerja pada hari-hari yang lain. Di sebuah wilayah yang bernama Kota Aylah, masyarakatnya sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Mereka ingin mengganti hari ibadah ini menjadi hari Sabtu.

Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa pada permulaan abad 1 M. Kitab Injil diwahyukan di daerah Yerusalem. Kitab ini ditulis pada awalnya dengan menggunakan bahasa Suryani. Kitab ini menjadi pedoman bagi kaum Nabi Isa a.s., yakni kaum Nasrani.
Firman Allah Swt. :
قَالَ إِنِّي عَبۡدُ ٱللَّهِ ءَاتَىٰنِيَ ٱلۡكِتَٰبَ وَجَعَلَنِي نَبِيّٗا 
Artinya : "Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi,"(QS. Maryam : 30)
Kitab Injil berisi ajaran pokok yang sama dengan kitab-kitab sebelumnya. Namun, ada yang menghapus sebagian ajaran Kitab Taurat yang sudah tidak sesuai dengan zaman itu.
Secara umum Kitab Injil berisi tentang :
  • Perintah untuk kembali mengesakan Allah Swt.
  • Membenarkan keberadaan Kitab Taurat.
  • Menghapus beberapa hukum dalam Kitab Taurat yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman.
  • Menjelaskan bahwa kelak akan datang kembali rasul setelah Nabi Isa a.s., yaitu Nabi Muhammad saw. (di samping ada di Kitab Injil, penjelasan ini juga terdapat dalam Kitab Taurat)
Kitab Injil menjadi pedoman bagi para pengikut agama Nasrani agar melaksanakan hukum-hukum Allah Swt. yang dibawa oleh Nabi Isa a.s. Nabi Isa mengajarkan agar kaumnya taat kepada hukum-hukum Allah dan tidak terlena dengan gemerlap harta dan dunia. Perhatikan kisah yang menarik berikut ini :
Kisah Nabi Isa dengan Temannya yang Serakah
Dikisahkan pada suatu hari Nabi Isa berjalan dengan seorang sahabatnya yang baru ia kenal. Keduanya menelusuri tepi sungai dan membawa tiga potong roti. Roti itu dibagi untuk Nabi Isa sepotong, untuk sahabat barunya sepotong, sehingga masih tersisa satu potong roti. 
Setelah makan roti itu Nabi Isa pergi ke sungai untuk minum. Sekembalinya dari sungai, Nabi Isa mendapati sepotong roti tadi tidak ada. Ketika beliau bertanya kepada sahabatnya, sang sahabat mengaku tidak tahu. Keduanya pun kembali melanjutkan perjalanan. 
Sesampai di sebuah hutan, keduanya duduk untuk beristirahat. Nabi Isa mengambil tanah dan kerikil, kemudian beliau berkata, “Jadilah emas dengan izin Allah.” Tiba-tiba kerikil itu pun berubah menjadi emas. Kemudian Nabi Isa membagi emas tersebut menjadi tiga bagian. “Untukku sepertiga, dan kamu sepertiga, sedang sepertiga ini akan kuberikan untuk orang yang mengambil roti tadi.” Spontan sahabat itu menjawab, “Akulah yang mengambil roti itu.” Nabi Isa kemudian berkata, “O ya, kalau begitu ambillah dua bagian ini untukmu.” Setelah itu keduanya pun berpisah.
Sahabat itu merasa sangat gembira. Namun dalam perjalanan, dia dihadang oleh dua orang perampok yang ingin membunuhnya. Sahabat Nabi Isa menawarkan, untuk membagi emas yang dibawanya menjadi tiga asalkan ia tidak dibunuh. Kedua orang perampok itupun setuju.
Lalu salah seorang perampok menyuruh rekannya pergi ke pasar untuk berbelanja makanan. Ketika sampai di pasar, orang yang berbelanja itu berfikir untuk apa membagi emas itu menjadi tiga. Ia pun menaburkan racun ke dalam makanan agar temannya dan nabi Isa mati dan ia pun dapat memiliki seluruh emas tersebut. Tinggallah sahabat Nabi Isa bersama seorang perampok di hutan itu. Namun perampok yang tinggal itu ternyata berpikiran sama seperti yang sedang pergi ke pasar. Ia bersekongkol dengan sahabat Nabi Isa tadi untuk membagi emas itu berdua saja dan membunuh rekannya yang berbelanja makanan jika ia datang.
Ketika orang yang berbelanja itu datang, ia pun langsung dibunuh, hartanya akan dibagi dua. Karena merasa lapar keduanya pun menyantap makanan yang telah diberi racun itu hingga mereka berdua mati.
Ketika Nabi Isa berjalan melewati hutan tersebut, beliau menemukan emas di samping tiga mayat yang terbujur kaku. Beliau kemudian berkata “Inilah contoh orang yang rakus terhadap harta dan dunia, maka berhati-hatilah kamu kepadanya.” (sumber: www.republika.co.id)

Kitab al-Qur’an (diturunkan pada Abad ke-7 M, kurun waktu tahun 611-632 M)
Kitab al-Qur’an merupakan kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi dan Rasul yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Kitab Suci al-Qur’an diturunkan Allah sebagai penyempurna dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya.
Allah swt berfirman :
نَزَّلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَأَنزَلَ ٱلتَّوۡرَىٰةَ وَٱلۡإِنجِيلَ 
Artinya : "Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil," (QS.Maryam:30)

Perhatikan kisah Nabi Muhammad saw. saat menerima  wahyu yang pertama berikut ini :
Wahyu Pertama Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Muhammad berada di Gua  Hira, datanglah malaikat Jibril seraya berkata, “Bacalah!” Nabi Muhammad berkata, “Sungguh, aku tidak pandai membaca.” Malaikat itu memegang Nabi Muhammad dan mendekapnya sehingga beliau lemah. Kemudian dilepaskan, lalu Malaikat itu berkata lagi, “Bacalah!” Muhammad menjawab, “Sungguh aku tidak pandai membaca” Lalu Jibril mendekap beliau untuk yang kedua kalinya. Lalu dilepaskan kembali, “Bacalah!” Maka, Muhammad berkata, “Sungguh aku tidak pandai membaca.” Lalu malaikat itu memegang dan mendekap Muhammad untuk yang ketiga kalinya, kemudian ia melepaskannya. Jibril lalu membacakan wahyu yang pertama, Q.S. al-‘Alaq ayat 1-5.
Sumber: Perjalanan Hidup Rasul
Setelah wahyu pertama yang diturunkan di Gua Hira tersebut, turunlah wahyu-wahyu berikutnya sampai seluruhnya diturunkan oleh Allah Swt. Secara umum pokok-pokok ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an adalah :
  • Aqidah (keyakinan), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan,  seperti mengesakan Allah dan meyakini malaikat-malaikat Allah Swt.
  • Akhlak (budi pekerti), yaitu berkaitan dengan pembinaan akhlak mulia dan menghindari akhlak tercela.
  • Ibadah, yakni yang berkaitan dengan tata cara beribadah seperti salat, zakat,dan ibadah yang lainnya.
  • Muamalah, yakni berkaitan dengan tata cara berhubungan kepada sesama manusia.
  • Tarikh (sejarah), yaitu kisah orang-orang dan umat terdahulu. 
Mempercayai dan Meyakini Kitab-Kitab Allah SWT Iman kepada kitab Allah berarti percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para RasulNya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia. Kitab-kitab itu merupakan pedoman hidup bagi manusia agar dapat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Beriman kepada Kitab-kitab Allah yang telah diturunkan kepada para Rasul-Nya hukumnya wajib.
Jika ditinjau dari segi masa turunnya, kitab yang diturunkan oleh Allah di dunia ada 4 kitab, yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’an.
Kitab Taurat diturunkan Allah kepada Nabi Musa, kitab Zabur diturunkan Allah kepada Nabi Daud untuk kaum Yahudi, kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa hanya untuk kaum Nasrani. Kitab al-Qur’an merupakan kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad untuk seluruh umat manusia di dunia. Kitab Suci al-Qur’an diturunkan Allah sebagai penyempurna dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya.
Keutamaan al-Qur’an, yaitu: isi kandungannya lengkap karena mencakup segala aspek kehidupan; isinya sesuai dengan perkembangan zaman; susunan bahasanya yang sangat indah; membaca dan mendengarkannya merupakan ibadah; memuliakan akal pikiran manusia; menjadi penawar penyakit; membenarkan keberadaan kitab-kitab Allah Swt. yang terdahulu dan menyempurnakan hukum-hukumnya; sebagai mukjizat Nabi Muhammad yang paling besar; tidak pernah mengalami perubahan karena terpelihara kemurniannya hingga akhir zaman; dan memadukan antara ilmu, iman, dan amal-perbuatan.
Orang yang beriman kepada Kitab Allah akan senantiasa meyakini bahwa ajaran Allah itu adalah untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.

Thursday 12 December 2019

Adab Tata Cara Makan dan Minum sesuai Ajaran Rasulullah SAW.

Adab Tata Cara Makan dan Minum sesuai Ajaran Rasulullah SAW.

Adab Makan Minum
Adab Makan dan Minum
Adab Tata Cara Makan dan Minum sesuai Ajaran Rasulullah SAW.
Di dalam ajaran Islam banyak sekali ajaran tentang tata cara berakhlaq dalam kehidupan sehari-hari salah satunya adalah tentang adab atau tata cara dalam makan dan minum. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan dasar dan pasti diperlukan dalam situasi dan kondisi apa pun. Bahkan, keduanya merupakan rahasia kehidupan dan salah satu nikmat besar yang diberikan Allah kepada para hamba-Nya. Dalam banyak ayat, Allah telah menjelaskan bahwa makanan merupakan nikmat dan anugerah besar yang diberikan kepada kita.
Di antaranya adalah ayat yang menyatakan, “Maka hendaklah manusia memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-mayur, yaitu dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu,” (QS Abasa [80]: 24-32). 

Untuk memenuhi kebutuhan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan sejumlah pedoman atau acuan perihal makanan, termasuk bagaimana cara makannya yang selayaknya kita pedomani. Sebab sudah barang tentu setiap informasi yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyimpan banyak hikmah dan rahasia. Cukup banyak hadits yang berbicara tentang pedoman ini. Namun, dalam tulisan ini hanya akan disajikan sebagiannya saja, sedangkan sisanya akan disampaikan pada kesempatan berikutnya. 

  1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kepada kita bahwa perut bukanlah wadah yang siap diisi apa saja sesuai keinginan kita. Sekalipun ia diisi, tidak boleh berlebihan sehingga melebihi batas kemampuannya, sebagaimana dalam hadits, “Keturunan Adam tidak dianggap menjadikan perutnya sebagai wadah yang buruk jika memenuhinya dengan beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Karena itu, apa yang dia harus lakukan adalah sepertiga perutnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk napas,” (HR Ahmad). Dengan demikian, yang terpenting perut kita terisi makanan halal yang dapat menjaga kelangsungan hidup. Sebab, bila tidak, kita sendiri yang rugi. Di kala perut kita kekenyangan, misalnya, kita menjadi mengantuk, malas beraktivitas, termasuk malas beribadah, sehingga kemudian kita menjadi kurang poduktif dan dalam jangka panjang berat badan kita menjadi berlebih (obesitas), lebih prihatin lagi di akhirat kekurangan amal. 
  2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan agar kita tidak rakus dan tidak memasukkan berbagai jenis makanan ke dalam perut. Hal ini sejalan dengan kebiasaan Nabi yang menyebutkan bahwa beliau tidak pernah makan banyak, tidak pernah makan sampai kenyang, atau tidak memperbanyak ragam makanan. Bahkan, saat istrinya tidak masak makanan beberapa hari, beliau cukup berpuasa dan menyantap roti saja. Hal ini juga ditunjang oleh temuan-temuan dalam dunia pangan dan ilmu gizi bahwa ada beberapa makanan yang tidak boleh dikonsumsi secara bersamaan karena memiliki zat kimia yang justru akan menimbulkan efek negatif dan membahayakan bagi tubuh. Buah-buahan misalnya, sebaiknya tidak dikonsumsi dengan susu. Sebab, umumnya buah-buahan bersifat asam (memiliki PH rendah) sehingga bila bercampur dengan makanan lain dapat menyebabkan fermentasi dalam lambung. Demikian pula kedelai tidak boleh dimakan bersamaan bayam, kedelai dengan bawang hijau, susu kedelai dengan telur, susu dengan cokelat, daging dengan semangka, daging dengan cuka, dan sebagainya. 
  3. Jika kita menghadiri suatu undangan yang di dalamnya disajikan makanan, sebaiknya tidak mengajak orang lain untuk memenuhi sebuah undangan tersebut kecuali atas izin orang yang mengundangnya. Abu Mas’ud meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki Anshar yang akrab disapa Abu Syu’aib datang. Kemudian, dia bilang kepada pelayannya yang bernama Qashab, “Sediakanlah makanan untuk lima orang. Aku ingin mengundang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di antara mereka berlima. Sebab, aku mengetahui rasa lapar di raut wajah mereka.” Abu Syu‘aib pun kemudian mengundang mereka. Namun, ada seorang lelaki yang datang bersama kelima tamu itu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lantas bersabda, “Lelaki ini ikut bersama kami. Jika menghendaki, engkau boleh mengizinkannya. Dan jika menghendaki, engkau boleh menyuruhnya pulang,” (HR al-Bukhari). Abu Mas‘ud menambahkan, Abu Syu‘aib pun mengizinkannya. 
  4. Pada saat makan kita dianjurkan untuk berkumpul, mengerumuni makanan, dan tidak berpencar darinya. Wahsyi ibn Harm mengatakan bahwa sejumlah sahabat bertanya, “Wahai Rasul, kami makan tapi tidak merasa kenyang.” Beliau menjawab, “Mungkin kalian berpencar (saat makan)?” Mereka berkata, “Iya.” Beliau kembali berkata, “Maka berkumpullah di sekitar makanan kalian. Sebutlah asma Allah (basmalah). Dengan begitu, Dia akan memberi keberkahan kepada kalian,” (HR Abu Dawud). Beliau juga bersabda, “(Jika berkah) makanan untuk seorang pun jadi cukup untuk berdua. Makanan untuk berdua cukup untuk berempat. Dan makanan untuk berempat cukup untuk delapan orang,” (HR Muslim). 
  5. Jangan makan makanan orang-orang yang sedang berlomba-lomba menyembelih hewan. Dalam hal ini, Ibnu ‘Abbâs meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang makan makanan orang-orang Arab yang berlomba menyembelih hewan (HR Abu Dawud). Maksudnya, mereka berlomba di sini adalah adu banyak menyembelih hewan. Ketika itu ada dua orang laki-laki yang bersaing dalam hal kebaikan dan kedermawanannya. Salah seorang dari mereka menyembelih unta dan lelaki yang lain juga menyembelihnya, sampai salah satu di antara mereka tidak mampu melakukannya. Namun, perbuatan itu hanya sekadar riya dan mencari popularitas. Dengan menyembelih untanya, mereka tidak bermaksud mencari keridaan Allah, sehingga perbuatan itu serupa dengan orang yang menyembelih hewan bukan karena Allah. (HR Abu Dawud dan al-Tirmidzi). Termasuk ke dalam kategori ini adalah daging hewan yang disembelih tidak menyebut asma Allah dan sembelihan orang-orang musyrik, sebagaimana dalam ayat, "Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah," (QS al-Nahl [16]: 115). 
  6. Jika kita memiliki makanan, sangat dianjurkan yang memakan makanan kita adalah orang yang saleh dan bertakwa. Abu Sa’id al-Khudzrî meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang yang beriman, dan janganlah ada yang makan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” Sudah barang tentu, makanan yang diberikan kepada mereka akan menolong ketaatan dan ibadah mereka. 
  7. Kelima, hendaknya tidak makan di khawân atau tempat tinggi yang dipersiapkan untuk makan, seperti meja makan. Anas ibn Mâlik meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Nabi Allah tidak pernah makan di khawân dan sakrajah. Tidak pula ia makan roti yang dikeringkan,” (HR al-Bukhari). Sakrajah adalah wadah kecil yang memuat makanan ringan, seperti lalapan atau makanan penambah selera. Namun, hadits ini bukan berarti mengharamkan makan di meja makan atau di tempat tinggi lainnya, melainkan sebatas sunah bahwa makan sebaiknya dilakukan di atas tanah sebagaimana yang biasa dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. 
  8. Tidak makan sambil terlentang atau makan di tempat yang tersedia makanan yang haram. ‘Umar meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang makan di tempat yang disajikan minuman keras. Begitu pula beliau melarang seseorang makan sambil menelungkupkan perutnya. (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim). Ketujuh, tidak bersandar pada saat makan. Abu Juhaifah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku tidak pernah makan sambil bersandar.” Ibnu ‘Amr juga menyebutkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah terlihat makan sambil bersandar,” (HR Abu Dawud dan al-Tirmidzi).  Istilah “bersandar” ini tentu mencakup segala bentuk duduk yang dilakukan sambil bersandar atau menyandarkan bagian tubuh tertentu kepada sesuatu yang lain. Cara ini dimakruhkan atau dianggap kurang baik karena memperlihatkan duduknya orang yang sedang lahap dan nafsu makan. Akibatnya seseorang tidak bisa mengontrol daya tampung perutnya sehingga jadi membesar atau membuncit. (Lihat: Abdul Basith Muhammad al-Sayyid, al-I’jâz al-‘Ilmi fî al-Tasyrî‘ al-Islâmî, [Darul Kutub: Beirut], hal. 353).  Karena itu, posisi duduk yang dianjurkan pada saat makan adalah menekuk kedua lutut dan menduduki bagian dalam telapak kaki, atau menegakkan betis dan paha kanan dan menduduki kaki yang kiri. (Ibnu Hajar, Fath al-Bari, Beirut: Darul Ma‘rifah], 1379 H, jilid 9, hal. 542). 
Dan masih banyak lagi adab makan dan minum sesuai ajaran rasululloh, karena ini masih sebagian saja, mudah-mudah bermanfaat.

Referensi : nu.or.id

Sunday 14 July 2019

Mengenal Jenis Kata dalam Bahasa Arab (Isim, Fi'il dan Huruf)

Mengenal Jenis Kata dalam Bahasa Arab (Isim, Fi'il dan Huruf)

Mengenal Jenis Kata dalam Bahasa Arab (Isim, Fi'il dan Huruf)
Pengertian Bahasa Arab sama seperti bahasa yang lain. Kalimat terdiri dari kumpulan beberapa kata. Jenis kata dalam Bahasa Arab terdiri dari 3 jenis, yaitu : ISIM, FI'IL dan HARF. berikut uraian singkat dari ketiga jenis kata tersebut.